SEBUAH PUISI

PUISI CINTA

BERSAMAMU
Jika aku memandang langit
mengharapkan bayangan wajahmu
terurai dalam goresan semu
karena disini aku begitu merindumu
Diantara senandung langkah bumi
aku menantikan langkahmu di depan pintu hatiku
Diselimut awan putih itu
kugantungkan cinta suciku
Bilakah engkau akan bersamaku
mengarungi satu cerita dalam lautan cintaku ??
Bersama rembulan ku akan menjemput malammu
dengan sejuknya jiwamu….
Bila aku bukan lelaki terbaikmu
biarkan aku mencintamu dengan segenap jiwaku
Bila aku bukan pilihan hatimu
biarlah aku mendampingimu selamanya
Biarkan aku
menjadi bagian kecil di sudut hatimu….
Biarkan….
Karena aku hanya ingin bersamamu….
seumur hidupku
CINTA YANG SALAH
Suara.. Bisa saja menghilang bersama angin..
Menerbangkan hingga menenggelamkan dalam bising..
Ia terbuang dalam ruangan yang tak pernah ia tau..
Rindu.. melebihi sebuah ambisi yang menderu-deru..
sepotong harapan tanpa ia sadari ia ingin lepaskan..
terlalu sakit untuk di pertahankan..
kenapa cinta ini telah salah memilih..
Cinta yang tak seharusnya ada dalam dirimu..
cinta yang tak seharunya menjadi bagianmu..
Kenapa cinta ini harus salah memilih..
kamu yang selalu menyakiti..
KHAYALKU MENANTI CINTA
Bulan. . . Bintang. . .
Terangi hatiku
Tunjukan padaku
Cinta sejatiku
Langit. . . Bumi. . .
Bawalah diriku
Arungi hidupku
Tuk mencari cinta
smoga saja diriku dapat temukan cinta sejatiku dan membawa cinta tuk hidup bersama selamanya.
Air. . . Angin. . .
Tolonglah diriku
Dalam menghadapi
Semua cobaan hidupku
KENAPA HARUS ADA CINTA
Aku gak pernah mengerti akan takdir,
kenapa ia mempertemukan kita, dan kenapa ia membuatku terluka . . ,
ntah apa yang membuatku tak berhenti memikirkannya,
seseorang yang selalu membuatku nyaman, dan sadar akan garis hidup!
Dia datang saat aku butuh sandaran, namun dia pergi di saat aku ingin dia tinggal,
kenapa harus ada cinta, jikalau harus ada terluka,
aku berharap hujan terus turun, agar ia bisa menghapus tangis di pipiku . . ,
aku berharap, matahari akan terbenam saat dia datang kembali . .,
andai waktu bisa terulang, aku ingin takdir tak mempertemukan kami,
ntah ini cinta atau sakit, tapi inilah yang aku rasakan,
tapi aku tak peduli dengan apa yang terjadi,
di setiap hembusan nafasku,
di setiap itu pula aku selalu berdo’a untuk kebahagiaannya . .
Tak peduli dengan waktu yang terus berjalan,
di setiap detak jantungku, disetiap itu pula aku selalu berdo’a untuk keselamatannya . .
Aku ingin dia tahu . . .

RASAKU PADAMU
Melihatmu bahagia itu sudah cukup bagiku…
Karena aku ingin kau selalu bahagia meski tak bersamaku…
Jika dia lebih baik dariku maka lupakanlah aku dan datanglah kepadanya…
Tak usah pedulikan aku karena aku tak butuh belas kasihan darimu…
Jika kau telah bahagia bersamanya aku ikhlas untuk menerimanya…
Karena semua yang kulakukan hanya menajdi sia-sia…
Ah.. Andai saja aku mengerti bagaimana hidup ini harus kupilih..
bagaimana harus kujalani dengan penuh cinta dan kasih..
sesungguhnya hanya engkau yang kupilih..
namun hanya Allah yang berkehendak untuk memilih..
jalan hidupku tak harus seperti yang kumau..
tetapi yakinlah..
cintaku padamu hanya akan menjadi diam membisu..
sampai Allah menemukan seseorang yang baik..
untukmu dan untukku..




PUISI KARYA CHAIRIL ANWAR



PRAJURIT JAGA MALAM 

Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ? 
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras, 
bermata tajam 
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya 
kepastian 
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini 
Aku suka pada mereka yang berani hidup 
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam 
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...... 
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu ! 


MALAM 

Mulai kelam 
belum buntu malam 
kami masih berjaga 
--Thermopylae?- 
- jagal tidak dikenal ? - 
tapi nanti 
sebelum siang membentang 
kami sudah tenggelam hilang 


KRAWANG-BEKASI 

Kami yang kini terbaring antara Krawang-Bekasi 
tidak bisa teriak "Merdeka" dan angkat senjata lagi. 
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami, 
terbayang kami maju dan mendegap hati ? 

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi 
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak 
Kami mati muda. Yang tinggal tulang diliputi debu. 
Kenang, kenanglah kami. 

Kami sudah coba apa yang kami bisa 
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa 

Kami cuma tulang-tulang berserakan 
Tapi adalah kepunyaanmu 
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan 

Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan 
atau tidak untuk apa-apa, 
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata 
Kaulah sekarang yang berkata 

Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi 
Jika ada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak 

Kenang, kenanglah kami 
Teruskan, teruskan jiwa kami 
Menjaga Bung Karno 
menjaga Bung Hatta 
menjaga Bung Sjahrir 

Kami sekarang mayat 
Berikan kami arti 
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian 

Kenang, kenanglah kami 
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu 
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi 


DIPONEGORO 

Di masa pembangunan ini 
tuan hidup kembali 
Dan bara kagum menjadi api 

Di depan sekali tuan menanti 
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali. 
Pedang di kanan, keris di kiri 
Berselempang semangat yang tak bisa mati. 

MAJU 

Ini barisan tak bergenderang-berpalu 
Kepercayaan tanda menyerbu. 

Sekali berarti 
Sudah itu mati. 

MAJU 

Bagimu Negeri 
Menyediakan api. 

Punah di atas menghamba 
Binasa di atas ditindas 
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai 
Jika hidup harus merasai 

Maju 
Serbu 
Serang 
Terjang 


PERSETUJUAN DENGAN BUNG KARNO 

Ayo ! Bung Karno kasi tangan mari kita bikin janji 
Aku sudah cukup lama dengan bicaramu 
dipanggang diatas apimu, digarami lautmu 
Dari mulai tgl. 17 Agustus 1945 
Aku melangkah ke depan berada rapat di sisimu 
Aku sekarang api aku sekarang laut 

Bung Karno ! Kau dan aku satu zat satu urat 
Di zatmu di zatku kapal-kapal kita berlayar 
Di uratmu di uratku kapal-kapal kita bertolak & berlabuh 

AKU 

Kalau sampai waktuku 
'Ku mau tak seorang kan merayu 
Tidak juga kau 

Tak perlu sedu sedan itu 

Aku ini binatang jalang 
Dari kumpulannya terbuang 

Biar peluru menembus kulitku 
Aku tetap meradang menerjang 

Luka dan bisa kubawa berlari 
Berlari 
Hingga hilang pedih peri 

Dan aku akan lebih tidak perduli 

Aku mau hidup seribu tahun lagi 



PENERIMAAN 

Kalau kau mau kuterima kau kembali 
Dengan sepenuh hati 

Aku masih tetap sendiri 

Kutahu kau bukan yang dulu lagi 
Bak kembang sari sudah terbagi 

Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani 

Kalau kau mau kuterima kembali 
Untukku sendiri tapi 

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi. 


HAMPA 

kepada sri 

Sepi di luar. Sepi menekan mendesak. 
Lurus kaku pohonan. Tak bergerak 
Sampai ke puncak. Sepi memagut, 
Tak satu kuasa melepas-renggut 
Segala menanti. Menanti. Menanti. 
Sepi. 
Tambah ini menanti jadi mencekik 
Memberat-mencekung punda 
Sampai binasa segala. Belum apa-apa 
Udara bertuba. Setan bertempik 
Ini sepi terus ada. Dan menanti.




DOA 

kepada pemeluk teguh 

Tuhanku 
Dalam termangu 
Aku masih menyebut namamu 

Biar susah sungguh 
mengingat Kau penuh seluruh 

cayaMu panas suci 
tinggal kerdip lilin di kelam sunyi 

Tuhanku 

aku hilang bentuk 
remuk 

Tuhanku 

aku mengembara di negeri asing 

Tuhanku 
di pintuMu aku mengetuk 
aku tidak bisa berpaling 



SAJAK PUTIH 

Bersandar pada tari warna pelangi 
Kau depanku bertudung sutra senja 
Di hitam matamu kembang mawar dan melati 
Harum rambutmu mengalun bergelut senda 

Sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba 
Meriak muka air kolam jiwa 
Dan dalam dadaku memerdu lagu 
Menarik menari seluruh aku 

Hidup dari hidupku, pintu terbuka 
Selama matamu bagiku menengadah 
Selama kau darah mengalir dari luka 
Antara kita Mati datang tidak membelah... 

SENJA DI PELABUHAN KECIL 
buat: Sri Ajati 

Ini kali tidak ada yang mencari cinta 
di antara gudang, rumah tua, pada cerita 
tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut 
menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut 

Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang 
menyinggung muram, desir hari lari berenang 
menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak 
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak. 

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan 
menyisir semenanjung, masih pengap harap 
sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan 
dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap 
CINTAKU JAUH DI PULAU 

Cintaku jauh di pulau, 
gadis manis, sekarang iseng sendiri 

Perahu melancar, bulan memancar, 
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar. 
angin membantu, laut terang, tapi terasa 
aku tidak 'kan sampai padanya. 

Di air yang tenang, di angin mendayu, 
di perasaan penghabisan segala melaju 
Ajal bertakhta, sambil berkata: 
"Tujukan perahu ke pangkuanku saja," 

Amboi! Jalan sudah bertahun ku tempuh! 
Perahu yang bersama 'kan merapuh! 
Mengapa Ajal memanggil dulu 
Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?! 

Manisku jauh di pulau, 
kalau 'ku mati, dia mati iseng sendiri. 

MALAM DI PEGUNUNGAN 

Aku berpikir: Bulan inikah yang membikin dingin, 
Jadi pucat rumah dan kaku pohonan? 
Sekali ini aku terlalu sangat dapat jawab kepingin: 
Eh, ada bocah cilik main kejaran dengan bayangan! 


YANG TERAMPAS DAN YANG PUTUS 

kelam dan angin lalu mempesiang diriku,
menggigir juga ruang di mana dia yang kuingin,
malam tambah merasuk, rimba jadi semati tugu

di Karet, di Karet (daerahku y.a.d) sampai juga deru dingin

aku berbenah dalam kamar, dalam diriku jika kau datang
dan aku bisa lagi lepaskan kisah baru padamu;
tapi kini hanya tangan yang bergerak lantang

tubuhku diam dan sendiri, cerita dan peristiwa berlalu beku

DERAI DERAI CEMARA 

cemara menderai sampai jauh 
terasa hari akan jadi malam 
ada beberapa dahan di tingkap merapuh 
dipukul angin yang terpendam 

aku sekarang orangnya bisa tahan 
sudah berapa waktu bukan kanak lagi 
tapi dulu memang ada suatu bahan 
yang bukan dasar perhitungan kini 

hidup hanya menunda kekalahan 
tambah terasing dari cinta sekolah rendah 
dan tahu, ada yang tetap tidak terucapkan 
sebelum pada akhirnya kita menyerah